Letakkan Dunia Di Tanganmu Jangan Di Hatimu
Rasulullah ๏ทบ bersabda :
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau musafir.” (HR. Bukhari).
Hal ini dicontohkan langsung oleh rasulullah bagaimana cara hidup di dunia dari setiap gerak langkah yang selalu bermuara pada keridhaan Allah.
“Suatu ketika Ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu melihat Rasulullah ๏ทบ tidur di atas tikar yang lusuh sampai-sampai pola anyaman tikar membekas di pipi beliau.
Lalu Ibnu Mas’ud menawarkan kepada beliau sebuah kasur. Apa jawaban Rasul? “Untuk apa dunia itu! Hubungan saya dengan dunia seperti pengendara yang mampir sejenak di bawah pohon, lalu pergi dan meninggalkannya.” (HR Tirmidzi).
Seperti kita ber nafas , saat kita menarik nafas jangan lah di tahan selama-lamanya. Kita bisa mati, tapi keluarkan sedemikian rupa, ikuti saja narik keluar , narik keluar dan seterusnya. Itulah hidup.
Hal ini jauh sekali dari keadaan yang sekarang terjadi pada masyarakat kita, banyak diantara manusia yang malah berlombah-lomba mengumpulkan serta memperbanyak harta mereka dan tak lagi memperdulikan halal dan haramnya harta yang ia peroleh. Karena dimata mereka tolak ukur kesuksesan seseorang adalah dari segi banyaknya harta yang ia miliki.
Apakah belum sampai kepada mereka cerita Qorun, yang kekayaan hartanya berlimpah ruah sampai kunci gudang hartanya harus dipikul oleh orang-orang yang berbadan kekar dan kuat. Namun Allah justru bukan memuliakannya namun malah membinasakannya dengan menenggelamkan dia, rumah serta hartanya kedalam tanah.
Silahkan kita mencari harta sebanyak mungkin karena tidak ada larangan tentang itu, akan tetapi cukup kau letakkan di tanganmu, jangan dihatimu. sebagaimana kata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah:
Ambillah dari dunia yang halal untukmu, dan jangan engkau lupakan bagianmu darinya, namun letakkanlah dunia di tanganmu dan jangan meletakkannya di hatimu, ini yang penting.”
Berikut lanjutan tadabur Surah Ar-Rahman yang patut direnungi dan diambil pelajaran.
Sebagaimana diketahui, Surat Ar-Rahman adalah pengantinnya Al-Qur'an.
Ar-Rahman adalah surat ke-55 dalam Al-Qur'an terdiri atas 78 ayat. Surat ini menceritakan tentang aneka nikmat Allah yang sering terlupakan oleh kebanyakan manusia.
Berikut Tadabur Ayat 24-27. Ayat 24: ََُููู ุงْูุฌََูุงุฑِ ุงْูู
ُْูุดَุงٰุชُ ِูู ุงْูุจَุญْุฑِ َูุงْูุงَุนَْูุงู
ِۚ
"Dan kepunyaan-Nya lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya lautan laksana gunung-gunung."
(Ar-Rahman: 24)
Pesan Imam Syafii: Akhirat di Hati, Dunia di Tangan dan Mati di Pelupuk Mata
Subhanallah. Akhirat, dunia dan kematian, tiga hal yang diingatkannya dalam satu kali pesan.
Ketiga hal itu pasti akan ada dan diyakini akan ditemui oleh setiap manusia (beriman). Tidak ada diantara kita yang _beriman_ tak yakin akan kedatangan ketiga hal itu.
Jadikan akhirat di hati, artinya keyakinan akan kehidupan abadi di akhirat hendaklah ada senantiasa di hati kita. Tidak cukup di pikiran dan perasaan saja. Lalu, jadikan dunia di tanganmu, artinya urusan dunia sebagai *jembatan* ke akhirat itu hendaklah berada di tangan. Maksudnya itulah yang saat ini dikerjakan.
Sementara kematian yang setiap orang tidak akan pernah tahu kapan datangnya haruslah diletakkan di pelupuk mata. Artinya kematian itu diyakini begitu dekatnya dengan kita. Jangan sampai lalai karena tidak tahunya tanggal dan hari kematian. Jika dia serasa berada di pelupuk mata, artinya kita persis dalam posisi bersiap-siap.
Karena begitu dekat. Bisa hanya sekerdip mata saja datangnya.
Jika akhirat sudah bersemayam di hati maka setiap tindak-tanduk yang dilakukan sebagai aplikasi kehidupan di dunia ini akan selalu terkaitkan dengan akhirat itu.
Karena akhirat adalah hari pembalasan atas apa yang dilakukan di dunia, maka kita tidak ingin pembalasan itu berupa azab dikarenakan tindak-tanduk kita yang melawan ketaatan. Dapat dipastikan, jika semangat akhirat sudah tersimpan dengan baik di hati kita otomatis kehidupan dunia kita pun akan menjadi baik.
Kejarlah Akhirat maka dunia mengikuti.
Kejarlah dunia maka akhirat menjauhi
Suatu hari Rasulullah Saw pernah melewati sebuah pasar.
Beliau masuk (ke pasar) dari sebagian tempat yang tinggi, sedangkan orang-orang di sebelah kanan-kirinya. Lalu beliau melewati seekor hewan yang telah mati (menjadi bangkai), kedua telinganya kecil (cacat). Maka beliau mengambilnya dengan memegang telinganya, kemudian bersabda,
“Siapakah di antara kalian yang mau membeli hewan ini dengan harga satu dirham?”
Mereka menjawab, “Kami tidak suka memilikinya (membelinya) dengan sesuatu pun juga (meski dengan harga murah), karena apa yang dapat kami perbuat (ambil manfaat) dengannya”
Beliau bersabda, “Apakah kamu suka hewan ini diberikan untukmu?"
Mereka menjawab, “Demi Allah! Kalau pun hewan ini masih hidup ia pun telah cacat, karena kedua telinganya kecil, maka bagaimanakah keadaannya setelah ia menjadi bangkai (tentu lebih tidak dibutuhkan lagi)?”
Rasulullah Saw, "Demi Allah! Sesungguhnya dunia ini lebih hina (lebih rendah) di sisi Allah, daripada hewan ini menurut pandangan kalian!” (HR. Muslim)
Selama harta (urusan dunia) itu berada di tanganmu bukan di di hatimu, maka ia tidak akan membahayakanmu, meskipun jumlahnya banyak. Namun ketika dia telah menetap di hatimu, maka dia akan membahayakanmu, meskipun jumlahnya sangat sedikit.
Sungguh indah bait syair ini, Tidaklah berbahaya, jika sebuah kapal berada di atas air. Tetapi yang berbahaya adalah jika air berada di dalam kapal.
Keberadaan seorang mukmin di dunia bukanlah sebuah masalah.
Yang menjadi masalah adalah "jika dunia berada di hati seorang mukmin".
“Demi Allah, bukan kemiskinan yang saya khawatirkan atas kamu, tetapi saya khawatir kalau dunia ini terhampar luas bagimu, sebagaimana telah terhampar pada orang-orang sebelummu. Lalu kamu berlomba-lomba mengejarnya, sehingga membinasakanmu sebagaimana membinasakan mereka.”(HR. Bukhari-Muslim)
Kehidupan dunia setiap waktu menyibukkan manusia, hampir seluruh waktu tercurah untuknya. Ada yang terpaksa karena kondisi yang menghimpitnya, ada yang lengah lalai terpedaya, dan ada pula yang karena ketidaktahuan arti kehidupan yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Padahal Allah telah berfirman; Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidaklah kamu memahaminya!” (Qs. 6:32)
Maka Rasulullah mengajarkan kepada umatnya : “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya manusia mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)
“Tidaklah dunia ini dibanding akhirat kecuali seperti sesuatu yang apabila salah seorang di antara kamu memasukkan jarinya ke dalam sungai, maka lihatlah apa yang tersisa (di ujung jari) ketika mengeluarkannya?” (HR. Muslim)
“Zuhud itu adalah menjadikan dunia di tangan, bukan di hati.” (Ali bin Abi Thalib) Cara menghadapi kehidupan dunia yang sementara ini, para sahabat Rasul yang muliapun telah banyak memberikan petunjuk.
Doa Abu Bakar ra: “Jadikanlah kami kaum yang memegang dunia dengan tangan kami, bukan hati kami.”
Dan doa sahabat Umar bin Khattab: “Ya Allah, tempatkanlah dunia dalam genggaman tangan kami dan jangan kau tempatkan dia di lubuk hati kami.”
Suatu ketika Ibnu Abbas ra. Ditanya: “Bagaimana dengan orang yang memiliki harta sebesar 12.000 dinar?” Beliau menjawab: “Ia masih tetap zuhud, selama tidak sibuk dengan dunia.”
Salman al-Farisi ra. pernah meminta nasihat kepada Abu Bakar ra. Maka Abu Bakar berkata:“Allah telah membukakan dunia untuk kalian, tapi janganlah kalian ambil kecuali secukupnya saja.”
Pernah ditanyakan kepada Abu Hazim az-Zahid, “Apakah yang tuan miliki saat ini?” Beliau berkata: “Dua kekayaan, yang aku tidak takut miskin selama keduanya berada di sampingku, yakni yakin kepada Allah dan putus asa dari apa yang ada pada manusia.”
Lalu ditanya lagi” “Tidakkah tuan takut miskin?” Beliau menjawab: “Apakah aku takut miskin, padahal Tuhan Pelindungku yang memiliki seluruh isi langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di antaranya?”
Fudhail berkata: “Pokok zuhud adalah ridha Allah swt. Orang yang menerima apa adanya, dialah orang yang zuhud dan dialah yang patut dikatakan orang kaya.”
Ibrahim bin Adham berkata: “Zuhud dikelompokkan menjadi tiga macam: zuhud fardhu, zuhud sebagai keutamaan dan zuhud sebagai keselamatan.
Zuhud fardhu adalah zuhud terhadap perkara haram, zuhud sebagai keutamaan ialah zuhud terhadap perkara halal dan zuhud sebagai keselamatan ialah zuhud dalam perkara syubhat.”
Hasan al-Bashri berkata: “Aku bertemu dengan banyak kaum dan bergaul dengan banyak golongan. Mereka tidak tertarik dengan kemewahan dunia yang semu dan tidak pula sedih atau kecewa atas menjauhnya kenikmatan dunia darinya.
Dunia di matanya adalah tidak lebih derajatnya dari debu. Ada di antara mereka yang bertahan hingga menjelang usia senja, tetapi tidak pernah memiliki sepotong baju utuh untuk melindungi tubuhnya, tidak juga perabot rumah tangga yang paling murah sekalipun. Bahkan tempat tinggalnya beralaskan tanah beratapkan langit.
Bila malam menjelang, mereka berdiri di atas kaki-kaki telanjang. Air mata jatuh membasahi pipi, dengan bermunajat kepada Tuhan agar membebaskan leher-leher mereka dari jeratan api neraka.
Jika mereka melakukan amal kebaikan, biasanya bersyukur dan tiada henti-hentinya memohon kepada Allah swt. agar menerima amalan itu.
Andaikata mereka telah melakukan perbuatan yang salah, dengan penuh penyesalan mereka meratapi diri dari dosanya dan memohon ampunan-Nya.
Demikianlah pemandangan yang sering terjadi di dalam kehidupan orang-orang yang shaleh.
Demi Allah, mereka tidak akan terbebas dan selamat dari perbuatan dosa melainkan dengan ampunan-Nya. Semoga rahmat dan ridha Allah meliputi mereka.”
Pada satu saat, Usman bin Affan bercerita, ''Suatu saat di tengah hari, aku melihat Zaid bin Tsabit keluar dari istana Marwan. Dalam hati, saya bertanya-tanya, ada apakah ia gerangan pada saat seperti ini? Aku yakin, pasti ada sesuatu yang penting ia bawa.'' Usman mendekati Zaid dan langsung bertanya, ''Ada apa gerangan wahai Zaid?''
Zaid menjawab, ''Aku membawa sesuatu yang aku dengar langsung dari Nabi SAW.'' Usman bertanya lagi, ''Apa yang Nabi SAW sabdakan kepadamu?'' Zaid menjawab,
''Rasulullah SAW bersabda, 'Siapa yang menjadikan dunia sebagai ujung akhir ambisinya, Allah akan pisahkan ia dengan yang diinginkannya (dunia), lalu Allah akan menjadikan kefakiran membayang di pelupuk kedua matanya. Padahal Allah sudah pasti akan memberikan dunia kepada setiap manusia sesuai dengan yang telah Ia tetapkan.
Tapi siapa yang menjadikan akhirat sebagai ujung akhir ambisinya, maka Allah akan mengumpulkan dan mencukupi segala kebutuhannya di dunia. Lebih dari itu, Allah akan membuat hatinya menjadi kaya.
Dunia akan selalu mendatanginya, meskipun ia enggan untuk menerimanya'.
(HR Ibnu Majah dari Usman bin Affan).
Demikianlah adanya
www.akhlakulkarimahhipnoterapi.com